KAJIAN
ARSITEKTUR VERNAKULAR
PADA
BANGUNAN DI KAMPUNG MAHMUD
Aulia Izzatudzaka.I
21318217
4TB02
1. PENDAHULUAN
Indonesia
merupakan negara kepulauan dengan batas wilayah yang sangat luas dan memiliki
kekayaan yang beragam. Dengan jumah kepulauan yang kurang lebih 17000 pulau
terdiri dari beragam suku bangsa, adat istiadat, bahasa, dan budaya yang
tercermin pada bangunan-bangunan yang terdapat pada sebuah kampung adat.
Pada Kampung adat terdapat suatu batasan pola pikir
masyarakat, yang kemudian dijadikan suatu pedoman yang mempengaruhi bentuk
dasar bangunan. Hal ini sejalan dengan apa yang disebut sebagai arsitektur
vernakular.Pembentukan arsitektur berangsur dengan sangat lama dan turun
menurun (James Howell : 1688 dalam Papanek, Victor : 1995).
Saat ini ada kecenderungan pada bangunan-bangunan di kampung
adat untuk berubah. Perubahan ini sejalan dengan Globalisasi yang membawa
dampak terhadap perubahan pada bangunan-bangunannya. Selain itu perubahan kondisi lingkungan, cara hidup dan perilaku
masyarakat juga turut mendorong terjadinya perubahan.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, penelitian ini melihat
pada perubahan tipologi bangunan dan perkembangan tipologi bangunan yang terjadi di Kampung Mahmud. Sebuah kampung vernakular
yang terletak di desa Mekarrahayu, RT 01, RW 04, Kecamatan Margaasih, Kabupaten
Bandung.
Penelitian ini mencoba mencari faktor penyebab yang mendorong
terjadinya perubahan. Pada makalah ini akan disusun dan dianalisis aspek-aspek
yang mempengaruhi terbentuknya tipologi awal bangunan dan transformasinya.
2. RINGKASAN
JURNAL
2.1
Vernakular
Sering kali arsitektur dikaitkan dengan vernakular, sehingga
arsitektur vernakular seringkali terdengar ditelinga kita. Arsitektur
vernakular adalah istilah yang digunakan dekonstruksi yag menggunakan sumber
daya lokal yang tersedia dan budaya atau tradisi untuk memenuhi kebutuhan
lokal. Menurut (Gutierrez : 2004) keunikan bangunan vernakular disebabkan oleh metode membangun yang
diwariskan secara bergenerasi dari ancient
tradition, baik dari segi pengetahuan maupun metodenya (trial
and error). Sedangkan menurut (Rapoport : 1969) seorang antropolog arsitektur
menyatakan bahwa karakteristik bangunan vernakular adalah sebagai berikut :
1. Bangunannya tidak didukung oleh prinsip dan teori
bangunan yang benar,
2. Menyesuaikan dengan lingkungannya,
3. Sesuai dengan kemampuan masyarakatnya (teknologi dan
ekonomi),
4. Menggambarkan budaya masyarakat (sebagai penanda, simbol,
dan lain-lain),
5. Terbuka terhadap sumberdaya alam yang ada disekitarnya
dan selalu dapat menerima perubahan-perubahan (trial dan error) sehingga dapat
bertahan.
2.2
Aspek-aspek
Vernakular
Aspek vernakular merupakan aspek-aspek yang menjadi elemen
dasar dalam mengkaji sebuah karya arsitektur. Menurut (James Howell : 1688
dalam Papanek, Victor : 1995) dalam bahasan ini terdapat 7 aspek vernakular
yaitu aspek iklim, aspek budaya, aspek lingkungan (Alam), aspek Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, aspek hukum adat, aspek religi/kepercayaan dan aspek
hubungan sosial masyarakat.
Bangunan pada iklim kontinental harus mampu mengatasi
variasi yang signifikan dalam suhu bahkan dapat diubah oleh penghuni
menyesuaikan dengan musim, selain itu bangunan dapat mengambil bentuk yang
berbeda tergantung pada tingkat curah hujan di wilayah tersebut. Misalnya
penggunaan rumah panggung di kawasan yang kerap terkena banjir. Atap datar
tidak digunakan pada kawasan dengan tingkat curah hujan tinggi.
Menurut (Rapoport : 1969), budaya adalah keseluruhan ide,
adat kebiasaan dan kegiatan yang secara konvensional dilakukan oleh masyarakat.
Bentuk rumah tidak hanya hasil dari kekuatan fisik atau satu faktor penyebab,
tetapi konsekuensi dari keseluruhan faktor sosial budaya. Selain itu juga
merupakan modifikasi dari kondisi iklim, metoda konstruksi, penggunaan material
dan teknologi. Faktor utama adalah sosial budaya sedang yang lain merupakan
faktor kedua.
Aspek Lingkungan (Alam) pada kajian arsitektur vernakular
sangat erat kaitannya dengan lingkungan dan budaya dimana manusia lahir, tumbuh
dan berkembang. (Oliver : 1987; 1997) menjelaskan beragamnya tipe hunian (dwelling)
di berbagai tempat karena perbedaan budaya dan lingkungan alam masyarakat
pembangunnya.
Menurut (Papanek : 1995), keteknikan/teknis/metoda adalah
menyangkut perpaduan antara alat, proses dan bahan. Pengertian metoda/teknis
meliputi teknologi dan hasil teknologinya. Teknologi berupa ilmu gaya dan ilmu
bangunan, khususnya pengetahuan mengenai bahan bangunan dan cara penggunaannya.
Aspek Hukum Adat seperti banyak jurisdiksi memperkenalkan
kode bangunan ketat dan peraturan zonasi, "arsitek rakyat"
kadang-kadang menemukan diri mereka dalam konflik dengan pemerintah daerah.
Aspek religi/kepercayaan ada 3 elemen khusus yang bertalian dengan sistem religi
bagi suatu kelompok bangsa yaitu : Emosi keagamaan atau getaran jiwa yang
menyebabkan manusia berlaku serba religius, Sistem kepercayaan atau
bayang-bayang manusia tentang bentuk dunia, alam gaib, maut, dan sebagainya,
Sistem-sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia
gaib dan kelompok keagamaan yang mengkonsepsikan dan mengaktifkan religi
beserta sistem upacara keagamaanya.
Aspek Hubungan Sosial Masyarakat dimana manusia sebagai
mahluk sosial tidak dapat hidup sendirian, ia membutuhkan kehadiran orang lain
agar dapat hidup harmonis. Oleh sebab itu, agar segala kebutuhan dan
keharmonisan di dalam kehidupan tercipta ia harus selalu berinteraksi satu sama
lain.
2.3
Tipologi
Menurut (Raphael Moneo dalam Periplus : 1999) sebagai suatu
metoda, tipologi digunakan sebagai alat analisis objek. Dengan tipologi, suatu
objek arsitektural dianalisa perubahan-perubahannya, yaitu yang menyangkut
dengan dasar, sifat dasar, serta proses perkembangan bangunan dasar tersebut
sampai ke bentuk yang sekarang serta fungsi dari objek tersebut. Dari hasil
analisa tipologi dapat menentukan tipe dari objek dan menempatkannya secara
benar dalam klasifikasi tipe yang sudah
ada. Sebagai suatu metode, tipologi
juga dapat digunakan untuk menerangkan perubahan-perubahan dari suatu tipe,
dimana suatu tipe mencirikan ciri-ciri tertentu yang dapat membedakannya dengan
tipe-tipe yang lain. Maksudnya adalah
tipologi dapat membantu menerangkan suatu tipe berdasarkan ciri-ciri
atau karakteristik yang dimiliki oleh setiap objek arsitektural.
2.4
Trasformasi
Bentuk
Perubahan bentuk yang terjadi pada fisik rumah tidak
terlepas dari perubahan budaya dan pola aktivitas penghuninya. Hal ini sejalan
dengan pernyataan (Rukwaro R.W. & Mukno K.M. : 2001) yang menyebutkan bahwa
pola perkampungan masyarakat cenderung berubah seiring dengan perubahan nilai
budaya yang dianut oleh masyarakatnya. Menurut (Max Weber dalam Sachari &
Suryana : 2001) transformasi adalah proses kebudayaan agar tetap berdiri dan
menjawab tantangan yang dihadapinya.
3. PEMBAHASAN
3.1 Tipologi
Bangunan
Kampung Mahmud mempunyai sejarah sebagai perkampungan yang
mengasingkan diri dari kejaran penjajah Belanda. Sejarah ini memberikan
pengaruh terhadap bentuk bangunan yang menjadi ciri Kampung Mahmud, nilai-nilai
arsitektur yang dibentuknya merupakan merupakan nilai arsitektur yang
menonjolkan nilai keindahan.
Pada awalnya kawasan Kampung Mahmud terletak pada sebuah delta
sungai Citarum. Kawasan ini merupakan suatu bentukan dari tanah rawa yang
kemudian ditimbun tanah, sehingga menjadi lahan perkampungan. Keadaan tanah
yang masih labil, memungkinkan bahwa hanya rumah panggung yang dapat berdiri di
lokasi tersebut. Keadaan alam yang subur memungkinkan pohon kayu dan bambu
tumbuh di kawasan tersebut yang dapat digunakan untuk material bangunan.
Salah satu ciri khas bangunan rumah di Kampung Mahmud adalah
rumah panggung berbentuk L, walaupun ada pula yang berbentuk persegi panjang.
Ukuran bangunannya relatif besar, dan dihuni keluarga besar. Rumah asli di
Kampung Mahmud, mempunyai ruang depan (tepas), tengah rumah (tengah imah),
kamar, dapur, dan goah. Umumnya rumah panggung tersebut menggunakan kayu
sebagai struktur utama dan struktur atap, bambu sebagai dinding bilik dan
lantai palupuh. Atap bangunannya berbentuk pelana dan perisai, dengan penutup
atap dari genting. Tipe atap pelana biasanya terdapat pada jenis bangunan
publik (kios, jamban, kandang dan lain-lain). Sedangkan atap perisai biasanya
terdapat pada bangunan hunian dan peribadahan.
|
Gbr. 4.1 Bentuk Tipologi Bangunan 1 |
|
Gbr. 4.2 Bentuk Tipologi Bangunan 2 |
|
Gbr. 4.3 Bentuk Tipologi Bangunan 3 |
Tipologi bangunan dipengaruhi oleh beberapa aspek vernakular
yaitu: a) Iklim mengakibatkan bentuk atap pada setiap bangunan di Kampung
Mahmud berbentuk atap miring ini di akibatkan oleh iklim sekitar, b) Budaya
masyarakat Kampung Mahmud yang sangat menghormati unsur budaya, dapat dilihat
dari bangunan rumah yang memiliki kesamaan bentuk dan material yang seragam,
memakai bahan kayu dan bambu, c) Lingkungan (Alam) yaitu lokasi Kampung Mahmud
yang dahulunya rawa yang di timbun tanah, keadaan tanah yang labil itu tidak
memungkinkan untuk membangun rumah dari bahan material tembok yang memungkinkan
hanya rumah bergaya panggung. Tidak memungkinkan membuat sumur di tanah yang
masih labil yang akan mengakibatkan longsor, masyarakat Kampung Mahmud
memanfaatkan sungai citarum menjadi sumber air bersih untuk keperluan hidup
masyarakatnya. Maka dari itu setiap tipologi rumah di Kampung Mahmud tidak
terdapat toilet dan sumur, d) Teknik membangun yang dianut masyarakat Kampung
Mahmud memilih kayu dan bambu menjadi bahan utama untuk bangunan rumahnya.
Sehingga pada tipologi bangunan di Kampung Mahmud menggunakan bahan material
tersebut. Masyarakat Kampung Mahmud dalam membangun suatu bangunan di kerjakan
oleh masyarakat Kampung Mahmud sendiri maka dari itu mengakibatkan terbentuknya
tipologi yang mirip, e) Hukum adat yang berlaku pada bangunan di Kampung
Mahmud, di haruskan rumah yang berpanggung atau berkolong, memakai bahan
material yang ramah lingkungan, tidak boleh memakai material yang mewah dan tidak boleh membangun unsur
yang kotor seperti toilet dan tidak boleh membuat sumur, f) Religi
(kepercayaan) masyarakat Kampung Mahmud percaya akan kayu dan bambu memiliki
kekuatan magis. Sehingga bahan utama yang dipakai setiap bangunan di Kampung
Mahmud adalah kayu dan bambu, g) Hubungan sosial masyarakat Kampung Mahmud
sangatlah kental dengan kepercayaan agamanya, khususnya agama islam. Besaran
ruang tengah (tengah imah) memiliki besaran yang cukup menampung orang banyak,
ruang tersebut biasanya di gunakan untuk kegiatan keagaman yang rutin oleh
masyarakat Kampung Mahmud.
3.2 Perkembangan
Tipogi
Kampung Mahmud ternyata tidak dapat mempertahankan nilai-nilai
budaya dan aturan adat istiadatnya, mereka lebih mengikuti perkembangan jaman
dan arus informasi yang terus mendesak perkembangan pada bangunan dan
perkampungan mereka. Hal itu disebabkan karena manusia adalah mahkluk yang
mempunyai sifat rasa ingin tau yang lebih.
Kebudayaan luar yang terjadi menghasilkan benturan-benturan
nilai yang memiliki dampak langsung terhadap nilai kebudayaan yang ada di
Kampung Mahmud. Nilai-nilai yang ada kini tercermin dari bentuk rumah tinggal
masyarakatnya, pada akhirnya tempat tinggal mereka menghasilkan nilai-nilai
baru.
Masyarakat Kampung Mahmud sekarang sudah berani memakai kaca
pada jendela rumah mereka sebagai asesoris rumahnya. Sudah banyak pula
rumah-rumah berdiri megah yang menggunakan bahan material dinding setengah bata
dan ada juga yang sudah meninggalkan bangunan panggung.
Hal lain yang meninggalkan nilai budaya dan aturan adat di
Kampung Mahmud yaitu hampir seluruh masyarakat Kampung Mahmud sudah mempunyai
toilet dan sumur disetiap rumahnya, sebagai sumber air bersih untuk keperluan
hidup masyarakan di Kampung Mahmud, di akibatkan sumber air pada waktu dulu
sudah tercemar limbah pada sungai citarum yang kini tampak hitam. Nilai-nilai
kebudayaan dan aturan adat hilang sejak kurang lebih tahun 1987 sampai
sekarang.
|
Gbr. 4.4 Bentuk Perkembangan Tipologi |
|
Gbr. 4.5 Bentuk
Perkembangan Tipologi |
|
Gbr 4.6 Bentuk Perkembangan Tipologi |
Perkembangan tipologi bangunan di Kampung Mahmud dipengaruhi
oleh beberapa aspek, yaitu: a) Aspek iklim dimana pengaruh iklim pada bentuk
bangunan di Kampung Mahmud dapat dilihat dari tipologi bangunan yang memakai
atap miring dan sampai sekarang pun masih menggunakan atap miring. Namun dalam
pemakaian bahan penutup atap sudah tidak menggunakan rumbia, kebanyakan
menggunakan genteng tanah liat dan sebagian telah menggunakan atap asbes dan
bahan atap pabrikan yang berkembang saat ini dapat dilihat pada bangunanan
tipologi 1 (gbr 4.4), tipologi 2 (gbr 4.5), tipologi 3 (gbr 4.6), b) Aspek
budaya yang memberi pengaruh budaya luar yang mengakibatkan budaya yang ada di
Kampung Mahmud terkikis. Bangunan saat ini sudah tidak memiliki kesamaan
bentuk, material yang seragam dan ada pula bangunan yang tidak bergaya panggung
lagi, dapat dilihat pada bangunanan tipologi 1 (gbr 4.4), tipologi 2 (gbr 4.5),
tipologi 3 (gbr 4.6), c) Aspek lingkungan dan bahan (alam) setelah sungai
citarum tidak lagi bersih dan tanah mulai mengeras masyarakat Kampung Mahmud
sudah berani membangun rumah yang tidak bergaya panggung, memakai material
tembok dan membuat sumur dan toilet. Perkebunan yang dulunya subur sudah mereka
jual pada orang luar Kampung Mahmud. Maka dari itu masyarakat Kampung Mahmud
harus membeli bahan material bangunan dari luar daerah Kampung Mahmud, d) Aspek
teknik membangun saat ini masyarakat Kampung Mahmud sudah meninggalkan kayu dan
bambu pada bangunannya dan di ganti oleh tembok untuk dinding bangunannya dan
lantai ubin. Adapun bangunan yang masih memakai material kayu dan bambu pada
bagian depan tetapi bagian belakang yang sifatnya basah sudah memakai dinding
tembok dan lantai ubin. Pembuatan rumahnya pun sudah tidak dilakukan oleh
masyarakat sekitar tetapi memanggil orang luar untuk pengerjaan rumahnya, maka
dari itu bentuk dan materialnya pun sudah tidak seragam lagi, e) Aspek hukum
adat saat ini hukum adat yang ada di Kampung Mahmud sudah terkikis dengan
perkembangan jaman yang sudah maju. Masyarakat Kampung Mahmud sudah
menghiraukan hukum adat yang dibuat oleh karuhunnya. Sudah banyak pula
rumah-rumah yang menggunakan bahan material dinding tembok dan ada juga yang
sudah meninggalkan bangunan panggung. Hal lain yang mengakibatkan hilangnya
hukum adat di Kampung Mahmud yaitu hampir seluruh masyarakat Kampung Mahmud
sudah mempunyai toilet dan sumur disetiap rumahnya, sebagai sumber air bersih
untuk keperluan hidup masyarakan di Kampung Mahmud, f) Aspek religi
(kepercayaan) masyarakat Kampung Mahmud sudah tidak mempercayai lagi dengan
kayu yang memiliki kekuatan magisnya, material yang digunakan oleh masyarakat
Kampung Mahmud sudah memakai material mewah seperti tembok dan lantai keramik,
g) Aspek hubungan sosial masyarakat sudah banyak rumah yang bergaya modern
tetapi masyarakat Kampung Mahmud masih mempertahankan ruang tengah yang cukup
besar untuk menampung orang banyak dalam kegiatan religi dan perkumpulan acara
sosial masyarakat yang terdapat pada bangunanan tipologi 1 (gbr 4.1), tipologi
2 (gbr 4.2), tipologi 3 (gbr 4.3).
4. KESIMPULAN
Dengan demikian berdasarkan aspek vernakular dapat dikatakan
bahwa pengaruh perkembangan tipologi bangunan di Kampung Mahmud adalah budaya,
lingkungan dan bahan (alam), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, hukum adat, dan
religi atau kepercayaan. Namun aspek terbesar yang menyebabkan perkembangan
tipologi bangunan di Kampung Mahmud yaitu aspek Lingkungan dan Bahan (Alam),
aspek budaya, aspek hubungan sosial masyarakat, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Jadi dari berbagai aspek besar yang telah mempengaruhi perkembangan tipologi
bangunan di Kampung Mahmud saat ini maka dapat disimpulkan bahwa Kampung Mahmud
sudah tidak Verakular lagi.
DAFTAR PUSTAKA
D.K.Ching, Francis. 2002. Arsitektur
: Bentuk, ruang, dan tatanan/ Edisi kedua, Jakarta
13th World Conference on
Earthquake Engineering. Vancouver. B.C. Canada August 1-6. Paper No.
5011.
Habraken, N. J. (1983). Transformation
of the Site. Cambridge, Massachusetts: A Water Press
Habraken, N., Boekholt, J., Thyssen, A.,
& Dinjens, P. (1976). Variations, The Systematic Design of Support.
MIT Press
Papanek, Victor. 1995. The Green
Imperative Ecology and Ethics in Design and Architecture. Thames and
Hudson, London
Periplus : 1999. Balinese Architecture. PT Wira
Mandala Pustaka, Jakarta
Rapoport, A. 1969. House, Form and Culture. London:
Prentice-Hall International, Inc.
Rukwaro, R. W., &
Mukno, K. M. (2001). Architecture of Societies in Transition - The Case of the
Maasai of Kenya. Habitat International , 82-97
Sachari, A., & Sunarya,
Y. Y. (2001). Desain dan Dunia Kesenirupaan Indonesia dalam
Wacana Transformasi Budaya. Bandung:
Penerbit ITB
S.B.Elya., Hanan Himasari.,
S.W, Arif. 2012.Jurnal Lingkungan
Binaan Indonesia Vol.1 No.1 ( Aplikasi Metode N.J.Habraken )
Sudrajat, Iwan., Triyadi,
Sugeng., Harapan. 2010. Perkembangan Tipologi Rumah Vernakular dan Responnya Terhadap
budaya gempa, Bengkulu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar